Sebagai seorang pengajar bahasa arab bagaimana cara kita mengajarkannya pada anak didik, apakah sudah tepat metode yang kita gunakan dalam pembelajaran?

Sejauh mana keberhasilan anak didik kita dalam mengaplikasikan pembelajaran bahasa yang sudah mereka dapatkan di kelas?

Mengapa anak didik indonesia tidak bisa berbicara menggunakan bahasa arab dengan benar fasih, meskipun mereka sudah mempelajarinya semenjak 20 an tahun yang lalu?

Jawaban dari semua pertanyaan tersebut hanya dengan satu pertanyaan "apakah saya sebagai seorang pengajar bahasa sudah mengajarkannya dengan metode yang tepat?"

Beruntunglah kami bisa mengikuti kegiatan bermanfaat yang digelar oleh Islamic Center Muadz Bin Jabal dalam "Program Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam Pengajaran Bahasa Arab Bagi Non-Arab" dari tanggal 28-31 Desember 2015 bertempat di Kampus Program Kaderisasi Imam Dan Da'i kota Kendari dengan nara sumber utama Dr. Mohammed Ibn Saad AlShawway dosen Jamiah Al Imam Muhammad Ibn Saud Riyadh, direktur Bidang Terjemah dan Bahasa Arab Institut King Abdullah, Kerajaan Arab Saudi.

Acara tersebut diikuti oleh 34 orang guru dan dosen yang berasal dari berbagai pesantren, madrasah juga perguruan tinggi di kota Kendari juga beberapa daerah di Sulawesi Tenggara. Diantaranya : Dosen Program Kaderisasi Imam dan Dai (PROKID), guru SD Tahfidzul Qur'an Muadz, guru SMPTQ Muadz, dosen Institut Ilmu Qur'an Kendari, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kendari, dosen Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), guru-guru pesantren Baitul Arqom Polinggona Kolaka, pesantren Imam Bukhori, dosen Universitas Haluoleo, pesantren Ummu Sabri, Pondok Modern Gontor Putra dan Gontor puteri Kendari.

Beliau memaparkan dua prinsip dasar dalam pengajaran bahasa arab :
1. Ajarkan bahasa arab hanya dengan satu bahasa.
Kebanyakan pengajaran kita selama ini menggunakan metode terjemah. Guru mengajarkan mufrodat misalnya dengan menerjemahkan langsung ke bahasa indonesia. Metode ini mudah memang namun merupakan cara terburuk yang digunakan dalam pengajaran bahasa arab. Peserta didik menghafalkan kosa kata ataupun qowaid nahwu dan kemudian lupa. Karena mereka mendapatkannya dengan instant menguapnya pun instant.
Metode ini pun berlaku untuk semua pengajaran bahasa asing lainnya, inggris jerman prancis dan jepang misalnya hanya menggunakan satu bahasa tanpa alih bahasa. Ingat tanpa terjemahan.

2. Bahasa itu sebuah pengantar, sarana dan wasilah bukan tujuan.
Tujuan pengajaran bahasa itu bukanlah pemahaman. Apa guna faham tapi peserta didik tidak mampu menungkapkan dan menta'birkan apa maksud dari Qiro'ah atau nash yang dia baca. Apa guna mereka hafal qoidah-qoidah nahwu tapi tidak bisa menyusun kata dalam jumlah mufidah.
Apa guna ratusan mufrodat yang sudah mereka hafalkan namun gersang aplikasi dalam mempraktekkan bahasa.
Sampai keluh lidah sang pengajar bahkan mulutpun berbusa namun seusai tamat sang murid berkata قابلت الأستاذ غدا .
???



Dan kami para peserta acara yang notabene pengajar pendidik bahasa arab merasa selama ini belumlah pada jalan yang benar dalam mengajarkan bahasa arab.

Pada kenyataannya masih banyak PR kita sebagai pendidik bahasa dalam memotivasi peserta didik untuk aktif berbahasa arab serta merubah pola pengajaran kita yang selama ini belumlah tepat.
Ilmu atau apapun yang kita wariskan pada anak didik yang tidak tepat akan menghasilkan kesalahan turun temurun.

Dalam pengajaran bahasa penting seorang guru memperhatikan aspek-aspek bahasa yang meliputi :
1. Ashwaat (suara) yang tentunya berasal dari huruf-huruf hijaiyyah 27. Bagaimana peserta didik mampu mengucapkan huruf-huruf tersebut dengan suara yang benar dan tepat.
Apakah harus diajarkan semua huruf 27 tsb? Tentunya akan memakan waktu yang sangat panjang. Cukup ajarkan huruf-huruf yang mana tidak kita dapati dalam bahasa asli indonesia seperti : ث، ذ، ح، خ، ش، ص، ض، ط، ظ، ع، ق.

Dan tidak kalah penting pengajar juga harus fasih dan tepat melafalkannya.

2. Mufrodat (kosa kata) cara mengajarkannya seperti disebutkan tadi jangan diterjemahkan. Metode pengajaran mufrodat bisa dengan alat/benda peraga, mencontohkan gerakan, gambar dan laiñnya.
3. Tarakib (susunan kalimat), tarkib bukanlah qowaid nahwu. Jangan langsung ajarkan pada tahun pertama teori (nadhori) qowaid nahwu namun ajarkan contoh aplikatif (tathbiqy). Guru memberikan contoh satu tarkib misalnya kemudian murid diminta membuat contoh dengan pola yang telah contohkan.

Sedangkan Maharatul Lughoh /kemampuan berbahasa terdiri dari 4 aspek yang harus dikuasai:
1. Istima' (kemampuan mendengar)
Peserta didik bukan hanya dibebankan mendengarkan nash di dalam kelas melalui kaset/mp3 ataupun lainnya (metode mukatssaf) namun juga menerapkan metode muwassa' yaitu memberikan mereka tugas luar kelas untuk mendengarkan isi khutbah jum'at yang berbahasa arab tentunya kemudian merangkum isi khutbah tersebut atau mendengarkan berita di channel yang berbahasa arab.

2. Kalaam (kemampuan berbicara) guru senantiasa mengajak dan memotivasi muridnya untuk aktif berbahasa arab di dalam maupun luar kelas, tanpa mempermasalahkan takut salah. Dan juga guru jangan sekonyong-konyong memotong langsung pembicaraan murid meskipun didapati tarkib atau unsur lainnya yang salah namun tunggu ia berbicara sampai selesai dan juga jangan menyalahkannya di depan publik.

3. Qiro'ah (kemampuan membaca) tahap pengajaran qiro'ah bisa dimulai dengan qiro'ah shomitah (dalam hati tanpa suara) dengan adanya batas waktu yang ditentukan, jangan menanyakan apakah sudah selesai membacanya anak-anak? Tapi sesuai waktu yang telah disepakati, jika waktu habis stop kegiatan membaca. Tahapan kedua pilih beberapa orang siswa untuk membacanya bersuara (jahriyah) dan kemudian pilih beberapa siswa lainnya untuk menjelaskan dengan uslubnya sendiri maksud dari isi bacaan. Tahapan ahir yaitu tashih atau koreksi dari guru.

4. Kitabah (kemampuan menulis) diantaranya adalah penulisan kata dan kalimat dengan benar sambung atau tidak, alamah at tarqiim (tanda baca), qowaid al imla' bagaimana penulisan hamzah yang benar, tarakib (susunan kata) apakah sesuai kaidah nahwu.
Metode pengajarannya sama dengan maharatul istima' yaitu mukatssaf (dalam kelas) dan juga muwassa' (bebas) berikan tugas anak didik untuk menulis bebas tentang desa, keluarganya, liburan ataupun tentang puasa dan lain sebagainya.

Tentunya pengajaran lughoh/bahasa membutuhkan juhud kegigihan dan kesabaran ekstra sang pendidik. Semoga bisa mengantarkan mereka memahami script Al Qur'an dan Hadist, tafsir serta ulumuddin lainnya.
Kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada guru besar kami Dr. Mohammed Ibn Saad AlShawway yang telah meluangkan waktu, harta, perjalanan jauh dari Riyadh - Jakarta - Makasar - Kendari untuk mentransfer ilmu serta mengajarkan kami bagaimana seharusnya mengajarkan bahasa arab dengan benar dan ideal sebagai sarana transportasi memahami agama Islam kepada anak- anak Indonesia.
Semoga terwujud generasi Indonesia berbahasa arab.

Kendari, 1 Januari 2016/ 3.40 WITA
Ainur Rohmawatin Wahid

Post a Comment

أحدث أقدم
/*Mulai*/ /*Akhir*/