Kajian Shiroh Nabawiyyah 2
الرحيق المختوم

Karya Syaikh Shafiyyurrahman Al mubarakfuri





PERJALANAN HIDUP RASUL YANG AGUNG محمد صلى الله عليه و سلم

Nasab dan keluarga besar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

2. Abdul Muthalib
Dari pembahasan yang telah lalu kita telah mengetahui bahwa tanggung jawab atas Penanganan siqayah riifadah  sepeninggal Hasyim diserahkan kepada saudaranya yang bernama Abdul Muthalib Bin Abdu Manaf (Dia adalah seorang bangsawan yang disegani dan memiliki Harisma dikalangan kaumnya. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan Al Fayyadh Karena kedermawanannya sebab makna kata Alfayyadh adalah orang yang dermawan, murah hati)

Ketika saya tiba alias abdul-muththalib menginjak usia 7 tahun atau 8 tahun lebih, Al Mutholib pamannya mendengar berita tentang dirinya, lantas pergi mencarinya. Ketika bertemu dan melihatnya berlinanglah air mata Al Mutholib, Lalu anak tersebut dipeluk erat-erat dan dinaikkan ke atas tunggangannya untuk dibonceng namun keponakannya ini menolak hingga diizinkan dahulu oleh ibunya. Pamannya, Al Mutholib kemudian meminta hanya agar merelakan keponakannya tersebut pergi bersamanya, tapi ibunya menolak permintaan tersebut. Al Muthalib Lantas bertutur “sesungguhnya dia akan berangkat menuju Tahta ayahnya (Hasyim) menuju Tanah haram”. Barulah kemudian ibunya mengizinkan anaknya dibawa. Al Muthalib membawanya ke Mekah dengan membonceng nya di atas unta. Melihat hal itu orang-orang berteriak “inilah (Abdul) budak Mutholib” (maksudnya mereka mengira yang dibawa al Mutholib bukan keponakannya tapi budaknya). Al Muthalib memotong sembari berkata “Celakalah kalian dia ini anak saudaraku, Hasyim. Abdul Muthalib akhirnya tinggal bersama pamannya hingga tumbuh dan menginjak dewasa. Selanjutnya Al Mutholib meninggal di Rodman, sebuah kawasan di Yaman dan kekuasaannya kemudian beralih kepada keponakannya yaitu Abdul Mutholib.

Dia menggariskan kebijakan kepada kaumnya persis seperti yang digariskan oleh nenek moyangnya terdahulu akan tetapi dia mendapatkan kedudukan dan martabat di hati kaumnya yang belum pernah dicapai oleh nenek moyangnya terdahulu, dia dicintai oleh mereka dan wibawanya di hati mereka semakin besar.

Ketika Al Muthalib meninggal dunia, Naufal menyerobot dan merampas mahkota kekuasaan keponakannya tersebut. Karena itu dia lantas meminta pertolongan kepada para pemuka Quraisy untuk membantunya melawan sang paman. Namun Mereka menolak sembari berkata “Kami tidak akan mencampuri urusan mu dengan pamanmu itu” akhirnya dia menulis beberapa untaian syair kepada pamannya dari pihak ibunya, Bani An Najjar, guna memohon bantuan mereka. Pamannya, Abu sa’ad Bin Adi bersama 80 orang pasukan penunggang kuda kemudian berangkat menuju Mekah dan singgah di Al Abthah, sebuah tempat di Kota Mekah. Dia disambut oleh Abdul Mutholib yang langsung bertutur kepadanya, “silakan mampir ke rumah dahulu wahai paman!” pamannya menjawab “demi Allah aku tidak akan mampir hingga bertemu dengan Naufal” lantas dia mendatanginya dan mencegatnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di dekat Hijr Ismail bersama para sesepuh Quraisy. Abu Saad langsung menghunus pedangnya Seraya mengancam “Demi Rabb rumah ini (ka'bah) Jika engkau tidak mengembalikan kekuasaan keponakanku maka aku akan menancapkan pedang ini ke tubuhmu.”.

Naufal berkata”aku serahkan kembali kepadanya” ucapan yang ini disaksikan oleh sesepuh Quraisy tersebut. Kemudian barulah dia mampir ke rumah Abdul Muthalib dan tinggal di sana selama 3 hari. Selama di sana dia melakukan umrah ala kaum Quraisy dahulu (sebelum kedatangan Islam) kemudian pulang ke Madinah.


Menyikapi kejadian yang dialaminya tersebut, Naufal akhirnya bersekutu dengan Bani Abd Syams bin Abdi Manaf untuk menandingi Bani Hasyim. Suku khuza'ah bergerak juga untuk membela Abdul Muthalib setelah melihat pembelaan yang diberikan oleh Bani najjar terhadapnya. Mereka berkata kepada Bani An Najjar “kami juga melahirkannya” (Yakni keturunan kami juga) seperti kalian Namun kami Justru lebih berhak untuk membelanya. Hal ini lantaran Ibu dari Abdi Manaf merupakan salah satu keturunan mereka. Mereka lalu memasuki darunnadwah dan bersekutu dengan Bani Hasyim untuk melawan Bani Abdi Syams dan Naufal. Persekutuan inilah yang kemudian menjadi sebab penaklukan Makkah.

Ada dua momentum besar yang terjadi bagi Abdul Muthalib berkaitan dengan Baitullah :

Pertama : penggalian sumur Zamzam
Kedua : kedatangan pasukan gajah

*Ringkasan momentum pertama*

Abdul Muthalib bermimpi dirinya diperintahkan untuk menggali Zamzam dan dijelaskan kepadanya dimana letaknya. Lantas dia melakukan penggalian sesuai dengan petunjuk mimpi tersebut. Dan menemukan didalamnya benda-benda Terpendam yang dulu sempat dikubur oleh suku jurhum ketika mereka akan keluar meninggalkan makkah. Benda-benda tersebut berupa pedang-pedang, tameng besi atau baju besi dan dua pangkal pelana yang terbuat dari emas. Kemudian dia menempa pedang pedang tersebut untuk membuat pintu Ka'bah. Sedangkan dua pangkal pelana tersebut dia tempa menjadi lempengan lempengan emas dan ditempelkan di pintu tersebut.

Dia juga memberi minuman jamaah haji dengan air zam-zam.
Ketika sumur Zamzam mulai kelihatan, orang-orang Quraisy mempermasalahkannya. Mereka berkata kepadanya “izinkan kami bergabung” dia menjawab” Aku tidak akan melakukannya sebab ini merupakan sesuatu yang khusus diberikan kepada ku”. Mereka tidak tinggal diam begitu saja tetapi menggelar permasalahannya ke sidang pengadilan yang dipimpin oleh seorang dukun wanita dari bani saat di pinggiran negeri Syam. Namun dalam perjalanan mereka ke sana bekal air habis, Lalu Allah menurunkan hujan untuk Abdul Mutholib sementara tidak setetespun tercurah untuk mereka. Akhirnya mereka mengetahui bahwa urusan Zamzam telah diputuskan untuk abdul-muththalib sehingga mereka memutuskan untuk pulang. Saat itulah Abdul Mutholib bernazar bahwa jika Allah mengaruniakan kepadanya 10 orang anak dan mereka sudah menginjak usia baligh dia akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah.


*Ringkasan momentum kedua*


Ketika Abrahah Ash Shabbah Al Habasyi wakil umum najasy Atas Negeri Yaman melihat orang-orang Arab melakukan haji ke Ka'bah, Dia membangun gereja yang amat megah di kota Shon'a. Tujuannya agar orang-orang Arab mengalihkan Haji mereka ke sana. Niat buruk ini didengar oleh seorang yang berasal dari bani kinanah. Dia secara diam-diam mengendap-ngendap pada malam hari dan menerobos masuk ke gereja tersebut Lalu melumuri kiblat mereka tersebut dengan kotoran. Tatkala mengetahui pelecehan ini meledaklah Amarah Abrahah dan serta merta dia mengerahkan pasukan besar yang berkekuatan sebanyak 60.000 personil menuju Ka'bah untuk meluluhlantakkannya. Dia juga memilih gajah paling besar sebagai tunggangannya.
Dalam pasukan tersebut terdapat 9 atau 13 ekor gajah yang lain. Dia meneruskan perjalanannya hingga sampai di suatu tempat yang bernama Al Mughammas, di tempat inilah Iya memobilisasi pasukannya menyiagakan gajahnya dan bersiap-siap untuk melakukan invasi ke kota Mekah. Akan tetapi baru saja mereka sampai di wadi Mahsir (lembah mahsir) yang terletak di antara Muzdalifah dan Mina. Tiba-tiba gajahnya berhenti dan duduk. Gajah ini tidak mau berdiri bila dikendalikan ke arah Ka'bah akan tetapi bila mereka kendalikan ke arah selatan, Utara atau Timur, Iya mau maju dan berlari kecil, sedangkan bila mereka alihkan kendalinya ke arah Ka'bah lagi gajah tersebut duduk.

Manakala mereka mengalami kondisi semacam semacam itu, Allah mengirimkan ke atas mereka burung-burung yang berbondong-bondong sembari melempari mereka dengan batu yang terbuat dari tanah yang terbakar. Lalu Allah menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Burung tersebut semisal khathatif (layang-layang) dan pohon murbei, setiap burung melempar 3 Buah Batu, sebuah di paruhnya, dan dua buah lagi di kedua kakinya sebesar kerikil. Tidaklah lemparan batu tersebut mengenai seseorang melainkan akan menjadikan anggota-anggota badannya hancur berkeping-keping dan  binasa. Tidak semua dari mereka terkena lemparan tersebut ada yang dapat keluar melarikan diri tetapi mereka saling berdesakan satu sama lain sehingga banyak yang jatuh di jalan-jalan, Lantas mereka binasa terkapar di setiap tempat. Sedangkan Abrahah sendiri Allah kirimkan kepadanya satu penyakit yang membuat sendi jari jemari tangannya tanggal dan berjatuhan satu persatu.

Sebelum mencapai shan'a dia Tak ubahnya seperti seekor anak burung yang dadanya terbelah hingga jantungnya terlihat, dan kemudian dia roboh tak bernyawa.

Adapun kondisi orang-orang Quraisy, mereka terpencar-pencar ke celah-celah bukit dan bertahan di puncaknya karena merasa takut atas keselamatan mereka dan dipermalukan oleh tentara bergajah tersebut. Manakala pasukan tersebut telah mengalami kejadian tragis dan mematikan tersebut, mereka turun gunung dan kembali ke rumah masing-masing dengan rasa penuh aman.
Peristiwa tragis tersebut terjadi pada bulan Muharram 50 hari atau 55 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam kalender Masehi nya bertepatan dengan Penghujung bulan Februari atau permulaan bulan Maret pada tahun 571 Masehi. Peristiwa tersebut ibarat prolog yang disajikan oleh Allah khusus buat nabi dan rumah (Ka'bah) Nya. Sebab ketika kita mengamati kondisi Baitul Maqdis, kita mengetahui bahwa kiblat ini telah dikuasai oleh musuh musuh Allah dari kalangan kaum musyrikin sebanyak 2 kali. Padahal ketika itu penduduknya beragama Islam, yakni sebagaimana yang terjadi dengan tindakan Nabuchadnezzar terhadapnya pada tahun 587 sebelum Masehi dan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi. Sebaliknya Ka’bah tidak pernah dikuasai oleh orang-orang nasrani (di mana mereka ketika itu disebut juga sebagai orang-orang Islam) padahal penduduk Makkah adalah kaum musyrikin.


Peristiwa tragis tersebut juga terjadi dalam kondisi di mana beritanya dapat sampai ke seluruh penjuru dunia yang ketika itu sudah maju. Diantaranya, sampai ke negeri habasyah yang ketika itu memiliki hubungan yang erat dengan orang-orang Romawi. Di sisi yang lain orang-orang Persia masih terus memantau perkembangan mereka dan menunggu apa yang akan terjadi terhadap orang-orang Romawi dan sekutunya. Maka ketika mendengar peristiwa tragis tersebut, orang-orang Persia ini segera berangkat menuju Yaman. Kedua negeri ini lah yaitu Persia dan Romawi yang saat ini merupakan negara maju dan berperadaban super power. Peristiwa tersebut juga mengundang perhatian dunia dan memberikan isyarat kepada mereka akan kemuliaan Baitullah. Baitullah inilah yang dipilih Nya untuk dijadikan sebagai tempat suci. Jadi bila ada seseorang yang berasal dari tempat ini mengaku sebagai pengemban risalah kenabian maka Hal inilah tujuan utama dari peristiwa tersebut dan penjelasan terhadap hikmah terselubung di balik Pertolongan Allah terhadap kaum musyrikin melawan kaum mukminin dengan cara yang melampaui ukuran yang ada pada dunia yang bernuansa kausalitas ini.

Abdul Abdul Mutholib mempunyai 10 orang putra, yaitu.....
Bersambung....

Post a Comment

أحدث أقدم
/*Mulai*/ /*Akhir*/