Kajian Shiroh Nabawiyyah 3


الرحيق المختوم

Karya Syaikh Shafiyyurrahman Al mubarakfuri



Abdul Abdul Mutholib mempunyai 10 orang putra, yaitu :
1. Al Harits
2. Azzubaiir
3. Abu Thalib
4. Abdullah
5. Hamzah
6. Abu Lahab
7. Al Ghaidaq
8. Al Muqowwam
9. Shaffar
10. Al Abbas


Ada riwayat yang menyebutkan bahwa mereka berjumlah 11 orang, yaitu ditambah dengan seorang Putra lagi yang bernama Qutsum.
Riwayat lain menyebutkan bahwa mereka berjumlah 13 orang, yakni ditambah dari nama-nama yang sudah ada pada dua versi di atas dengan 2 orang Putra lagi yang bernama Abdul Ka’bah dan hajla. Namun ada riwayat pula yang menyebutkan bahwa Abdul Ka'bah ini tak lain adalah Al Muqowwam di atas, sedangkan Hajlah adalah Al Ghaidaq, dan diantara putra-putranya tersebut tidak ada yang bernama Qutsum.

Adapun putri-putrinya berjumlah 6 orang yaitu :
1. Ummul Hakim (al baidha' / si putih
2. Barrah
3. Atikah
4. Shafiyyah
5. Arwa
6. Umaimah

Ibu Abdullah Bernama *Fatimah binti Amr bin Aidz bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah*.

Abdullah ini adalah anak yang paling tampan di antara putra -putra Abdul Muthalib, yang paling bersih jiwanya dan paling disayanginya. Dialah yang sebenarnya calon kurban yang dipersembahkan oleh Abdul Mutholib sesuai nazarnya di atas.
Kisahnya ketika Abdul Muthalib sudah menggenapkan jumlah anak laki-lakinya menjadi 10 orang dan mengetahui bahwa mereka mencegahnya agar mengurungkan niatnya dia kemudian memberitahu mereka perihal Nadzar tersebut sehingga mereka pun mau menaatinya. Dia menulis nama-nama mereka di anak panah yang akan diundikan di antara mereka dan dipersembahkan kepada patung Hubal. Kemudian undian tersebut dimulai dan yang keluar adalah nama Abdullah. Maka abdul-muththalib membimbingnya sembari membawa pedang dan pergi menuju ke ka’bah untuk segera menyembelihnya. Namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-paman nya dari pihak ibu dari bani Makhzum dan saudaranya Abu Tholib. Menghadapi sikap tersebut Abdul Muthalib berkata “Lantas apa yang harus kuperbuat dengan nadzarku?” mereka menyarankannya agar mendatangi tukang ramal wanita dan memintanya petunjuk. Dia kemudian datang kepadanya dan meminta petunjuknya. Si peramal wanita ini memerintahkannya untuk mengundi antara anak panah bertuliskan nama Abdullah dan anak panah bertuliskan 10 ekor unta, jika yang keluar nama Abdullah maka dia, Abdul Mutholib harus menambah tebusan 10 ekor unta lagi begitu seterusnya hingga Rabnya Ridho. Dan jika yang keluar nama unta maka cukuplah unta itu yang disembelih sebagai kurban.
Abdul Muthalib pun kemudian pulang ke rumahnya dan melakukan undian antara nama Abdullah dan 10 ekor unta, lalu keluarlah nama Abdullah. Manakala yang terjadi seperti ini dia terus menambah tebusan atasnya 10 ekor unta begitu seterusnya, setiap di undi maka yang keluar adalah nama Abdullah dan dia pun terus menambah nya dengan 10 ekor unta hingga unta tersebut sudah berjumlah 100 ekor barulah undian tersebut jatuh pada nama unta-unta tersebut maka dia kemudian menyembelihnya sebagai pengganti Abdullah. Unta tersebut ditinggalkannya begitu saja dan ia tidak melarang siapapun yang menginginkannya, baik manusia maupun binatang buas. Dulu diyat (ganti rugi atas jiwa yang terbunuh) di kalangan orang Quraisy dan bangsa Arab secara keseluruhan dihargai dengan 10 ekor unta, namun sejak peristiwa itu maka dirubah menjadi 100 ekor unta yang kemudian dilegitimasi oleh Islam.


Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bahwasannya beliau bersabda “Akulah anak (cucu) dari 2 orang yang dipersembahkan sebagai sembelihan atau kurban” yakni Nabi Ismail Alaihissalam dan ayah beliau Abdullah.

Abdul Muthalib menjodohkan putranya, Abdullah, dengan seorang gadis bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf Bin Zuroh bin Kilab. Aminah ketika itu termasuk wanita idola di kalangan orang-orang Quraisy, baik ditilik dari nasab maupun martabatnya. Ayahnya adalah pemuka suku Bani zuhrah secara nasab dan kebangsawanannya. Abdullah pun dikawinkan dengan Aminah dan membina rumah tangga dengan nya di kota Makkah. Tak Berapa lama kemudian dia dikirim oleh ayahnya, abdul Muthollib di Madinah untuk mengumpulkan/membeli buah kurma, lalu meninggal di sana. Menurut versi riwayat yang lain dia pergi dalam rangka Berniaga ke negeri Syam dengan pemandu rombongan Niaga Quraisy, kemudian ia singgah ke Madinah dalam kondisi sakit. Sehingga akhirnya meninggal di sana dan dikuburkan di Dar an Nabighoh Al Ja'di. Pada saat itu Abdullah baru berumur 25 tahun dan wafatnya tersebut sebelum kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, demikian pendapat mayoritas sejarawan. Riwayat yang lain menyebutkan bahwa dia wafat 2 bulan setelah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam atau lebih dari itu. Saat berita kematiannya sampai ke makah, Aminah sang istri meratapi kepergian sang suami dengan untaian bait-bait syair yang sangat indah dan amat menyentuh:


Seorang cucu Hasyim tiba membawa kebaikan di dekat Bathha'
Keluar mendampingi Lahat tanpa suara yang jelas
Rupanya kematian mengundangnya Lantas disambutnya
Ia (kematian) tak pernah mendapatkan orang semisal cucu Hasyim
Di saat mereka Tengah memikul keranda kematian nya di sore hari
Sahabat-sahabatnya saling berdesakan untuk melihatnya
Bilah lah pemandangan berlebihan itu diperlakukan maut untuknya
Sungguh itu pantas karena dia adalah Dermawan dan penuh kasih.


Keseluruhan harta yang ditinggalkan oleh Abdullah adalah 5 ekor unta, Sekumpulan kambing, seorang budak wanita dari habasyah bernama barakah yang nama kunyahnya adalah Ummu Aiman dialah pengasih Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Post a Comment

أحدث أقدم
/*Mulai*/ /*Akhir*/