Di pangkuan sang kakek dan amat menyayangi


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dibawa kembali ke Mekah oleh kakeknya. Perasaan kasih terhadap sang cucu yang yatim semakin bertambah di sanubarinya, dan hal ini Ditambah lagi dengan adanya musibah baru yang seakan menggores luka lama yang belum sembuh betul. Maka ibahlah dia terhadapnya, sebuah perasaan yang tak pernah dia tumpahkan terhadap seorangpun dari anak-anaknya. Dia tak lagi membiarkan cucunya tersebut hanyut dengan kesendirian yang terpaksa harus dialaminya Bahkan dia lebih mengedepankan kepentingan nya daripada kepentingan anak-anaknya.

Ibnu Hisyam berkata, “biasanya sudah terhampar permadani yang dihamparkan untuk Abdul Mutholib di bawah naungan Ka'bah,  lalu anak-anaknya duduk-duduk di sekitar permadani tersebut hingga Ia datang, tak seorangpun dari anak anaknya tersebut yang berani duduk-duduk di situ sebagai rasa hormat kepadanya. Namun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah suatu ketika saat beliau berusia sekitar 2 tahun, datang dan langsung duduk di atas permadani tersebut, Paman pamannya serta-merta mencegahnya agar tidak mendekati tempat tersebut. Bila kebetulan melihat tindakan anak-anaknya itu, Abdul Mutholib berkata kepada mereka “jangan kau ganggu cucuku, demi Allah! Sesungguhnya dia nanti akan menjadi orang yang besar. Kemudian ia duduk-duduk  bersama beliau di permadani tersebut sembari mengusap-ngusap punggungnya dengan tangannya. Dia merasa senang dengan kelakuan cucunya tersebut.


Saat beliau berusia 8 tahun 2 bulan 10 hari, kakek beliau meninggal dunia di kota Makkah. Sebelum meninggal Dia memandang bahwa selayaknya dia menyerahkan tanggung jawab terhadap cucunya tersebut kepada Paman beliau, Abu Tholib saudara kandung Ayahanda beliau.

*Di pangkuan sang paman nan penuh belas kasih*

Abu Thalib melaksanakan amanah yang diembankan kepadanya untuk mengasuh keponakannya dengan sebaik-baiknya dan menggabungkan beliau dengan anak-anaknya. Dia bahkan mendahulukan kepentinganya ketimbang kepentingan mereka. Dia juga mengistimewakan nya dengan penghormatan dan penghargaan. Perlakuan tersebut terus berlanjut hingga beliau Shallallahu Alaihi Wasallam berusia diatas 40 tahun, paman yang masih tetap memuliakan beliau, membentangkan perlindungan terhadapnya, menjalin persahabatan ataupun mengobarkan permusuhan dalam rangka membelanya. Dan sekilas tentang hal itu akan kami paparkan Nanti pada pembahasan tersendiri.

*Meminta hujan turun, berkat “kedudukan” beliau*

Ibnu Ibnu asakir meriwayatkan hadits dari Jalhamah bin Arfathah, Dia berkata”ketika aku datang ke Mekah mereka sedang mengalami musim paceklik (tidak turun hujan), lantas atas orang-orang Quraisy berseru “wahai Abu Tholib air Lembah telah mengering dan kemiskinan merajalela, untuk itu marilah kita meminta agar diturunkan hujan. Kemudian Abu Tholib keluar dengan membawa seorang anak yang laksana matahari yang diselimuti oleh awan tebal, pertanda hujan lebat akan turun, yang dari nya muncul kabut tebal, yang di sekitarnya terdapat sumber mata air sumur. Lalu Abu Tholib memegang anak tersebut menyandarkan punggungnya ke Ka’bah serta melindunginya dengan jari-jemarinya dari panasnya matahari. Ketika itu tidak ada gumpalan awan sama sekali namun tiba-tiba kau datang dari sana sini, kemudian turunlah hujan dengan lebatnya sehingga Lembah mengalirkan air dan lahan- lahan tanah menjadi subur.

Mengenai peristiwa ini Abu Tholib menyinggungnya dalam rangkaian baitnya :
“....Dan bocah yang putih, sang penolong anak-anak yatim dan pelindung para janda
Melalui kedudukannya lah hujan diharapkan turun”

*Bersama sang rahib Bahira*

Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berusia 12 tahun menurut riwayat yang lain 12 tahun 20 bulan 10 hari, pamannya, Abu Tholib membawanya serta berdagang ke negeri Syam hingga mereka sampai di suatu tempat bernama Bushra yang masih termasuk wilayah Syam dan merupakan ibukota Hauran. Ketika itu yang merupakan ibukota negeri- negeri Arab yang masih mengadopsi undang-undang Romawi. Di negeri inilah dikenal seorang rahib atau pendeta yang bernama bahira (ada yang mengatakan nama aslinya adalah Jarjis) ketika rombongan tiba dia langsung menyongsong mereka padahal sebelumnya dia tidak membuka tidak pernah melakukan hal itu, kemudian berjalan di sela-sela mereka hingga sampai kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lalu memegang tangannya sembari berkata “inilah penghulu alam semesta, inilah utusan Rabb alam semesta, dia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta ini”. Abu Tholib dan pemuka kaum Quraisy Bertanya kepadanya “Bagaimana anda tahu hal itu?” dia menjawab ”sesungguhnya ketika kalian muncul dan naik dari bebukitan tidak satupun dari bebatuan ataupun pepohonan melainkan bersujud kepadanya, dan keduanya tidak akan bersujud kecuali terhadap Seorang nabi. Sesungguhnya aku dapat mengetahuinya melalui tanda kenabian yang terletak pada bagian bawah tulang rawan pundaknya yang bentuknya seperti apel. Sesungguhnya kami mengetahui hal tersebut dari kitab suci kami”. Kemudian sang Rahib mempersilakan mereka dan menjamu mereka dengan istimewa. Setelah itu dia meminta kepada Abu Tholib agar memulangkan keponakannya tersebut ke makah dan tidak membawanya serta ke Syam sebab khawatir bila tertangkap oleh orang-orang Romawi dan Yahudi.

 Akhirnya paman yang mengirimnya pulang bersama sebagian anaknya ke Mekah.



*Perang Fujjar*
Pada saat beliau berusia 20 tahun berkecamuknya Perang Fujjar antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari bani kinanah melawan kabilah Qais Ailan. Harb bin Umayyah terpilih menjadi komandan Yang membawahi kabilah Quraisy dan kinanah secara umum karena faktor usia dan kebangsawanan. Namun pada pertengahan hari keadaan terbalik kemenangan justru berpihak kepada Kinanah.

Perang Fujjar , dinamakan demikian karena dinodai nya kesucian Asy Syahrul haram (bulan yang dilarang perang dalamnya) dalam perang ini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ikut serta dan membantu Paman pamannya menyediakan anak panah buat mereka.

*Hilful Fudhul*


Begitu perang tersebut usai terjadilah hilful fudhul (perjanjian kebulatan tekad atau sumpah Setia) pada bulan dzulqodah disuatu bulan haram. Banyak kabilah- kabilah Quraisy yang ikut berkumpul pada perjanjian tersebut yaitu Bani Hasyim, bani Mutholib, asad bin Abdul uzza, zuhrah bin kilab dan Taim bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah Bin Jad'an at Taimi karena faktor usia dan kebangsawanan nya. Dalam perjanjian tersebut mereka bersepakat dan berjanji bahwa manakala ada orang yang dizalimi di Mekah, baik dia penduduk asli maupun pendatang maka mereka akan bergerak membelanya hingga haknya yang telah didholimi dikembalikan lagi kepadanya.  رسول الله صلى الله عليه و سلم turut menghadiri perjanjian tersebut. Setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan Risalah, beliau berkomentar “sungguh aku telah menghadiri suatu hilf (perjanjian) di kediaman Abdullah Bin Jad'an yang lebih aku sukai ketimbang aku memiliki humrun naam (unta merah yang merupakan harta yang paling termahal dan menjadi kebanggaan bangsa Arab ketika itu) Andai di dalam Islam Aku diminta untuk melakukan hal itu sebisamya aku akan memenuhinya”.

Semangat perjanjian tersebut bertolak belakang dengan hamiyyah jahiliyah (egoisme jahiliyah) yang justru timbul dari sikap fanatisme terhadap suku dan keluarga.

Ada sementara versi yang menyebutkan bahwa sebab terjadinya perjanjian tersebut adalah seorang dari kabilah zubaid yang datang ke Mekah dan membawa barang kemudian barang tersebut dibeli oleh Al Ash ibn Wail as Sahmi namun dia menahan hak orang tersebut. Karenanya Dia meminta bantuan kepada suku-suku yang bersekutu di kota Makkah atas perbuatan Al Ash tersebut. Para sekutu ini terdiri dari bani Abdi Dar, Makhzum, jumah , Sahm dan adib akan tetapi mereka semua tidak mengajukan nya. Akhirnya dia memanjat ke puncak gunung Abi qubais dan memanggil mereka dengan senandung syair- syair yang berisi kedholiman yang tengah dialaminya Seraya mengencangkan suaranya.
Rupanya Az Zubair bin abdul-muththalib yang mendengar hal ini langsung bergerak menuju kearahnya Seraya bertanya-tanya “Kenapa orang ini tidak diacuhkan?” tak Berapa lama kemudian berkumpullah kabilah-kabilah yang menyetujui perjanjian hilful fudhul di atas, lantas mereka mendatangi Al Ash bin Wail dan merebut hak orang dari suku Zubaid tersebut dari nya Setelah menandatangani perjanjian.

Post a Comment

أحدث أقدم
/*Mulai*/ /*Akhir*/